SUMBER KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA HASIL PILKADA | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

SUMBER KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA HASIL PILKADA

Minggu, 29 Desember 2024

 

Gedung Mahkamah Konstitusi

SUMBER KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA HASIL PILKADA

 

Alimmustofa.com – Sengketa Hasil Pilkada atau perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) merupakan mekanisme komplain terhadap proses hasil pemilihan kepala daerah yang diberikan oleh undang-undang. Mekanisme komplain terhadap hasil pemilihan ini diberikan oleh undang-undang dalam rangka memberikan ruang kepada para pihak untuk melakukan koreksi terhadap proses administrasi hukum penyelenggaraan tahapan pemilihan.

Kewenangan Mahkamah konstitusi (MK) berdasar Undang-Undang Dasar 1945

Kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 24C ayat

(1)    Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasarmemutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. ***)

(2)    Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. ***)

Selanjuntnya kewenangan terrsebut dinormakan dalam BAB III Kekuasaan Mahkamah Konstitusi Pasal 10 ayat (1) Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana diubah terkahir menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020.

Lalu dari mana sumber hukum kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PILKADA)?

Dalam ketentuan pasal 157 ayat (1) undang-undang nomor 1 tahun 2015, dalam hal terjadi perselisihan hasil penetapan pemilihan, peserta pemilihan dapat mengajukan pembatalan kepada pengadilan tinggi yang ditunjuk Mahkamah Agung (MA). Artinya undang-undang memberikan mandat kepada Mahkamah Agung untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilihan dengan sifat putusan final dan mengikat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ayat (8).

Selanjutnya terdapat ketentuan pasal 157 (1) undang-undang nomor 8 tahun 2015 perubahan pertama tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, “ Perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus”.

Ayat (3) Perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.

Ketentuan sebagaimana dimaksud diatas kemudian diubah lagi dalam perubahan kedua Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, disebutkan dalam pasal 157 ayat (3) “Perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus”.

Dengan demikian jelaslah sudah,darimana sumber kewenanangan Mahkamah konstitusi (MK) dalam menangani sengketa hasil pemilihan kepala daerah,yang sesungguhnya merupakan kewenangan yang diberikan undang-undang pemilihan /Pilkada yang sumber kewenangannya tidak bersumber dari Undang-Undang Dasar 1945.(*)

 

Editor    : Alim Mustofa