Pelanggaran TSM Dalam Konstruksi UU
Pilkada
Alimmustofa.com – Pemilihan Kepala Daerah
Serentak Tahun 2024 memasuki masa gugatan sengketa hasil di Mahmakah Konstitusi(MK). Proses Pendafatran permohonan sengketa hasil sebagaimana ditentukan
didalam pasal 157 ayat (5) “ Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada
Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 3 (tiga)
hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan
oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota”.
Dapat dipahami bahwa Para pihak yang mempunyai kedudukan
hukum (legal standing) punya waktu 3 (tiga) hari kerja sejak Keputusan ditetapkan
oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi/Kabupaen/kota. Penjelasan hari kerja adalah
selain hari sabtu/minggu/hari libur di jam kerja kantor kecuali hari terakhir
masa tenggat pendaftaran sampai jam 23.59 wib.
Dalam pokok permohonan sengketa oleh pasangan calon atau
pemantau pemilihan bagi calon pasangan calon tunggal, biasanya akan meminta
pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi,Kabupaten/Kota
tentang penetapan penghitungan perolehan suara pemilihan.
Argumentasi hukumnya salah satunya adalah pelanggaran
administrasi Terstruktur, Sistematis,dan Masif (TSM),dengan sanksi administrasi yaitu pembatalan calon.
Ketentuan ini sebagaimana disebut dalam pasal 73 ayat (1) UU 1 Tahun 2015
berbunyi “ Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau
memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi Pemilih”.
Selanjunya ditegaskan diayat (2) Calon yang terbukti
melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi
pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan
dikenai sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sanksi atas pelanggaran TSM tersebut tertuang di Pasal 135A
(1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor1 tahun 2015 ”Pelanggaran administrasi Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 ayat (2) merupakan pelanggaran yang terjadi secara terstruktur,
sistematis, dan massif”.
Lalu Bagaimana Pengertian Secara Operasional Tentang Pelanggaran Administrasi TSM?
Dalam pasal penjelasan Pasal 135A Ayat (1) Yang dimaksud
dengan “terstruktur” adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat
struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara Pemilihan secara
kolektif atau secara bersama-sama.
Dapat dijelaskan bahwa terstruktur dalam pelanggaran ini
adalah adanya pelibatan penyelenggara pemilihan mulai dari Komisi PemilihanUmum Kab/Kota sampai dengan pelibatan Panitia Pemungutann Suara (PPS)
desa/kelurahan atau bahkan sampai pada level KPPS di TPS,dalam konteks
pemilihan Bupati/Walikota.
Tentunya pelibatan diatas harus dibuktikan dengan data dukung
seperti adanya perintah bisa berupa pesan elektronik, rekaman suara, video atau
pesan berantai dari KPU komisioner/ sekretariatan kepada perangkat KPU kebawah.
Istrumen terstruktur juga adanya pelibatan unsur pemerintah
daerah disemua tingkatan, bahkan sampai pada tingkatan Rukun Warga (RW).
Yang dimaksud dengan “sistematis” adalah pelanggaran yang
direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Yaitu adanya perencanaan yang
dilakukan oleh pasangan calon melibatkan unsur penyelenggara atau pelibatan
unsur pemerintah atau unsur alat negara, tentang bagaimana pola perencanaan
politik uang (bisa dalam bentuk uang/barang/janji) yang hal tersebut dilarang
dalam undang-undang.
Terakhir adalah pelanggaran secara Masif, yang dimaksud
dengan “masif” adalah dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap
hasil Pemilihan bukan hanya sebagian-sebagian.
Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 73 (1)
terjadi dihampir 50 persen lebih wilayah
kabupaten/kota. Dapat digambarkan jika suatu kabupaten/kota memiliki 20
kecamatan, maka penyebaran pelanggaran politik uang terjadi dilebih dari 10
kecamatan atau lebih dari 50 persen jumlah desa/kelurahan.
Dampak yang ditimbulkan sangat besar terhadap hasil perolehan suara se-Kabupaten/Kota yang kemudian merugikan pasangan calon, atau dengan kata lain mempengaruhi hasil perolehan suara calon lain.
Sebagai catatan bahwa pelanggaran administrasi
terstruktur,sistematis dan massif merupakan wewenang Bawaslu untuk
menerima,memeriksa dan memutus atas pelanggaran administrasi TSM. Penegasan atas
kewenangan Bawaslu tertuang dalam pasal 135A ayat (2) Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2016(*)(*)
Editor : Alim Mustofa