DINDING KOTA
Catatan
A-Liem Tan
Alimmustofa.com – Dinding kota ini biasanya bertuliskan narasi kritik akan sebuah peristiwa,
dimana penghuni kota berceloteh akan banyak peristiwa hari ini. Tentang sebuah
lelucon, tentang sebuah panggung kebijakan dari penguasa pendopo ditengah kota.
Peristiwa demi peristiwa tidak
pernah lepas kritik cecombe media sosial, kejadian demi kejadian tidak lepas
dari gunjingan jemari netizen. Bahkan tak satupun peristiwa sosial melenggang
tanpa kritik dari para cecombe atau jemari netizen, rasanya semua peristiwa
selalu ada celah untuk digunjing dengan nalar masing-masing.
Tapi kemarin menjadi aneh,
pada peristiwa pesta demokrasi yang demonstrative, dimana semua diam. Tak
satupun bagian dari dinding kota yang gerah untuk menulis sebuah kritik, tak
satupun bagian dari dinding kota yang tersinggung akan banyaknya peristiwa.
Bahkan tak satupun para penjaga moral punya nyali untuk bersuara, lebih ironi
lagi tak satupun para kumpulan orang pintar pemegang pena berani menulis syair
akan kritik sosial.
Semua tampak diam, semua
tampak sunyi, semua merasa seolah tak terjadi sebuah peristiwa yang brutal
dalam sebuah kota. Moral berasa pajangan dalam sebuah kontestasi, cara mencapai
tujuan seakan menjadi seremonial belaka tanpa memperhatikan aspek norma
politik.
Penjaga idealisme enggan berteriak
dijalanan, punggawa simpul sosial menutup telinga akan kegaduhan peristiwa
kota. Suara pendopo menipu diri dalam kontestasi, tak ada seruan netral, tak ada
seruan moral, yang ada adalah sebuah pembiaran akan gaduhnya sebuah pesta. Sementara
pembawa pentungan sibuk menjadi bagian kegerahan kontestasi, atau bagian dari skenario
sebuah manipulasi. Ya…seolah tak ada apa-apa…
Sehingga semua tampak wajar,
semua tampak normal, semua tampak prosedural. Tak ada catatan pelanggaran yang
berhasil diproses, tak ada satupun pelanggaran yang diputuskan, pesta berakhir
tanpa capaian, pesta berakhir seolah tanpa catatan dalam dinding kota.(*)
Catatan; 25 Desember 2024