KECURANGAN PEMILU MILIK SIAPA
Oleh : Alim Mustofa
Presidium Komunitas Malang untuk
Demokrasi (Komdek) Malang
Alimmustofa.com - Setiap pemilu potensi kecurangan dapat
dilakukan semua calon atau peserta pemilu,hanya saja kesempatannya yang
berbeda. Narasi curang akan dibuka lagi pasca pemenang diumumkan, calon yang
kalah menuduh pemenang melakukan kecurangan, bahkan biasanya dipresepsikan
kecurangan yang TSM (Terstruktur, Sistematis dan Masif), dengan harapan akan
mempengaruhi opini publik kemudian mahkamah konstitusi akan mengabulkan
permohonannya dalam perselisishan hasil pemilu (PHPU).
Lebih dari itu, biasanya penyelenggara
dijadikan alat pelampiasan karena dianggap tidak netral dan berpihak. Begitu
juga aparat negara, TNI,Polri, ASN dan lain-lain dianggap dari bagian
kecurangan. Andaikata ada 4, calon nomor 1, Calon Nomor 2, calon nomor 3, calon nomor 4, kemudian yang menang adalah
nomor 4, maka calon nomor 1,2 dan 3 akan menuduh calon nomor 4 sebagai pemenang
melakukan kecurangan. Begitu pula
sebaliknya, jika yang menang nomor 1, maka calon nomor 2,3 dan 4 akan menuduh
nomor 1 melakukan kecurangan.
Jarang terdengar ditelinga kita, ada seorang
kontestan pemilu presiden kalah kemudian mengakui kekelahannya dan mengucapkan
selamat kepada kontestan yang pemenang pemilu. Narasi minor atas kekalahan
sering menjadi bahan untuk membuat situasi politik semakin panas. Menerima
kekalahan dengan sikap kenegarawanan dalam kontetasi politik belum menjadi
tradisi di negeri ini.
Narasi curang versi politisi berbeda dengan
pemikiran rakyat kecil, apa yang dituduhkan dilingkaran elit berbalik dengan
apa yang dirasakan oleh rakyat. Ini menjadi aneh, suara elit sama sekali tidak
mewakili representasi suara rakyat, lalu elit politik mewakili siapa.
Hari ini kita dibuat terkesima dengan hasil Quick Count dari 7 lembaga survey berkaitan dengan perolehan suara pilpres 2024 yang dilaksanakan 14 februari 2024 kemarin. Hasil semua lembaga survey mencatat kemenangan paslon nomor 2 (Prabowo & Gibran) memperoleh suara diatas 57 %, melampaui perolehan suara nomor 1 ( Anis dan Muhaimin) dikisaran 25% dan nomor urut 3 Ganjar & Mahfud memperoleh suara dikisaran 17 %.
Apakah pemilu tahun
2024 berjalan jujur dan adil ?
Banyak pertanyaan, apakah pemilu tahun 2024
berjalan jujur,adil atau penuh kecurangan, anggapan ini menjadi isu politik yang
sangat liar terutama sebelum hari pemungutan suara dilaksanakan. Hasil survey
terbaru oleh lembaga profesional menemukan fakta bahwa pemilu tahun 2024
berjalan jujur dan adil versi masyarakat.
Exit pol SMRC Sebuah lembaga survey profesional
menyajikan data tanggal 14 februari 2024 diliris oleh antara.com, survey yang
melibatkan 2.822 responden menghasilkan 50,7 % pemilu dilaksanakan secara jujur
adil, 39,5 % menyatakan sangat jujur dan adil, jika kedua data ini dijumlah
maka yang menyatakan pemilu dilaksanakan secara jujur dan adil adalah 90,2 responden
menyatakan pemilu dilaksankan jujur dan adil. Sisanya 6,3 % menyatakan pemilu
dilaksanakan kurang jujur dan adil, 0,8 % menyatakan sama sekali tidak jujur
dan adil. Dan 2,6 % menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.
Hasil ini kemudian menjadi sebuah tanda tanya, rakyat
pemilik mandat atas negara ini kemudian berpendapat bahwa pemilu tahun 2024
berjalan jujur dan adil. Hal ini berbeda dengan gerakan seruan moral bangsa oleh
kalangan akademisi, narasi perusakan demokrasi, pelanggaran etika demokrasi
oleh pemerintah (baca: Jokowi). Hasil quic kcount menunjukan masyarakat punya nalar sendiri untuk memahami dinamika
politik diatas. Agaknya masyarakat tidak terpengaruh atau bahkan mengcounter
dinamika politik elit dengan menjawab di TPS dengan hasil sebagaimana disajikan
diatas.
Pemilih menunjukan logika berfikir sendiri yang
berbeda dengan logika para elit politik dan akademisi, pemilih seakan tak
perduli dengan riuhnya dinamika aktor para elit politik. Tinggal dilihat saja
nanti, apakah pasca pemilu masih signifikan penyuaran seruan moral, apakah
pasca pemilu masih kencang penyuaraan penyelamatan etika demokrasi, kita
bersama akan menunggu bagaimana nanti.
Jika seruan moral oleh guru besar, kalau seruan
penyelamatan etika demokrasi masih sekencang sebelum pemilu, maka dapat
diyakini bahwa seruan diatas adalah murni tidak partisan, akan tetapi
sebaliknya jika seruan tersebut hilang , maka bisa jadi hal ini dianggap merupakam
gerakan partisan.
Langkah bijak yang perlu kita lakukan adalah
menunggu hasil keputusan Komisi Pemilihan Umum tanggal 20 maret mendatang, jika
memang dianggap masih ada kecurangan, ada mekanisme demokrasi untuk menguji
apakah proses pemilu kemarin benar atau salah, jujur, adil atau curang dengan
membawa ketidak beresan ini ke mahkamah konstitusi yang diberikan kewenangan
untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu.(*)
Editor : Alim Mustofa