Alimmustofa.com - Agak mengejutkan Ketika
mendengar informasi peristiwa banjir bandang di beberapa desa Kota Batu, yang nota
bene adalah kota diatas gunung atau pegunungan. Akan tetapi kenyataannya
memang telah terjadi banjir bandang yang membawa korban jiwa dan kerugian
material yang tidak sedikit di Kota Wisata icon Jawa Timur ini.
Lahan pertanian bunga, kendang
ternak, rumah pemukiman semua hilang dalam sekejap diterjang banjir. Banjir
bandang disertai lumpur dan potongan kayu bekas penebangan, sampah, bambu yang
menutupi aliran sungai sepanjang jalan dan pemukiman penduduk dan Kawasan
pertanian.
Melihat secara langsung
kelokasi banjir bandang, banyak ditemukan material kayu hutan bekas pemotongan,
sampah, bambu, yang kesemuanya adalah berasal dari hutan dan sampah pemukiman.
Timbunan pasir dan material lainnya menutupi aliran sungai menyebabkan sumbatan
yang mengganggu fungsi sungai.
Peristiwa ini pada akhirnya
mengundang berbagai komentar terkait penyebab banjir bandang. Alih fungi hutan
menjadi lahan pertanian tanpa diimbangi dengan niatan konservasi hutan sebagai
fungsi resapan adalah penyebab berbagai macam bencana.
Menilik dari peristiwa ini, menurut penulis ada dua benang merah yang menjadi akar masalah dalam peristiwa ini. Pertama adalah hilangnya fungsi hutan sebagai resapan air, hilangnya hutan di Kota Batu dimulai sejak masa reformasi kemudian berlanjut tanpa ada pengendalian dari pemegang kebijakan, semakin memperparah kerusakan hutan karena pengalihan fungsi hutan untuk lahan pertanian, industri pariwisata dengan berbagai alasan (ekonomi, peningkatan pendapatan daerah dll).
Kedua adalah desakan ekonomi penduduk Kota Batu yang mayoritas adalah sektor pertanian sayur, petani bunga (pertanian Holtikultura). Area hutan kecamatan Bumiaji ditahun 90-an yang sangat lebat, kini telah hilang beralih fungsi menjadi lahan pertanian, baik pertanian warga maupun oleh kalangan pengusaha besar.
Variabel lain adalah hilangnya
kesadaran warga terhadap perlakukan ramah lingkungan (kebiasan buang sampah,
penyediaan resapan) menjadi bagian yang mempengaruhi sumber bencana. Selain
daripada itu adalah fungsi pengendalian pemerintah selaku regulator terhadap
tatakelola kota terhadap kebijakan rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang tidak
selaras dengan semangat konservasi lingkungan.
Dengan status Kota Batu
sebagai kota wisata, ada icon yang hilang dari Kota bekas bagian
Kabupaten Malang ini, julukan Batu Kota Apel sekarang bergeser menjadi Batu
Kota Wisata, yaitu dengan penyematan nama baru kota wisata batu (KWB).
Pergeseran ini tentunya berdampak pada perubahan kebijakan perencanaan
pembangunan kota, dari kota apel sebagai simbul hasil pertanian kemudian
menjadi kota wisata.
Yang permasalahan diatas,
bagaimana mempertemukan dua benang merah diatas, antara kebutuhan ekonomi
pertanian dengan kebutuhan konservasi lingkungan. Tentuannya solusi tersebut
dituangkan dalam kebijakan politik daerah.
Pembangunan konsep pariwisata
sebagai konsekuiensi perubahan icon dari kota Apel (pertanian) ke Industri
pariwisata dengan tidak disertai kebijakan konservasi lingkungan yang kuat,
sudah barang tentu akan menimbulkan dampak lingkungan yang dramatis. Hutan yang
tadinya merupakan ruang hijau kini berubah fungsi menjadi lahan pertanian
sayur, pertanian bunga, bangunan hotel, vila dan aktivitas ekonomi lainnya.
Sementara hutan yang dulu sebagai paru-paru kota sebagai penjaga hawa sejuk dan
lumbung air kini hilang tanpa ada upaya penyelematan dari pemegang kebijakan.
Tapi ya udahlah, nasi telah
menjadi bubur, penyesalan tanpa tidakan bukanlah sikap terbaik. yang paling
urgen hari ini adalah bagaimana menyelamatkan Kota Batu dari bencana yang lebih
besar dengan tetap mempertemukan antara kebutuhan ekonomi warga Kota Batu
terutama bagi petani ( sayur, bunga) dengan kebijakan konservasi lingkungan
yang sama-sama penting.
Perlu kiranya pemerintah Kota
Batu mengajak para ahli untuk membuat rumusan kebijakan strategis untuk
menyelamatkan Kota Batu, tentunya juga melibatkan para pihak (swasta, pelaku
wisata,pertanian) dan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat serta lintas
sektoral karena ada pihak perhutani dll.