Alimmustofa.com - Pada
tanggal 23 September 2019 KPU RI telah melaunching penyelenggaraan tahapan
pilkada serentak tahun 2020 seluruh Indonesia sebanyak 270 daerah yang terdiri dari
9 Provinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota. Perhelatan pilkada serentak tahun 2020
ini dilaksanakan untuk kali keempat sejak pilkada serentak digelar mulai tahun
2015.
Di Jawa
Timur dalam penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2020 ini diikuti oleh 19 Kabupaten/Kota,
yang terdiri dari 3 Kota antara lain : Kota Surabaya, Kota Blitar dan Kota
Pasuruan, dan 16 Kabupaten antara lain : Banyuwangi, Blitar, Malang, Ngawi,
Mojokerto, Sumenep, Trenggalek, Tuban, Lamongan, Ponorogo, Pacitan, Sidoarjo,
Jember, Situbondo, Gresik.dan Kediri.
Dalam
penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2020 dengan segala problematikanya tetap
akan digelar pada bulan September 2020, yang hari dan tanggal pemungutan
suaranya akan ditetapkan lebih lanjut oleh KPU RI. KPU RI sebagai penanggung
jawab penyelenggaraan pemilu dan pemilihan telah menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum
(PKPU) Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan
Pilkada Serentak Tahun 2020.
Dalam
menghadapi penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2020 yang tahapan
pelaksanaannya akan digelar mulai Desember 2019 masih menyisakan persoalan
utama terkait dengan 2 (dua) hal, antara lain nomenklatur kelembagaan pengawas
pemilu dan anggaran.
Persoalan
pertama adalah terkait dengan kelembagaan pengawas pemilu sebagaimana UU 10
Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota Menjadi Undang-Undang,
dalam Pasal 1 angka 17 dinyatakan bahwa “Panitia Pengawas Pemilihan
Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Panwas Kabupaten/Kota adalah panitia
yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas untuk mengawasi
penyelenggaraan pemilihan di wilayah Kabupaten/Kota”. Jelas dan tegas bahwa
pengawas pemilihan masih menggunakan nama Pengawas Pemilihan yang masih
bersifat ad hoc (sementara),
sedangkan saat ini telah berubah menjadi Badan Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota
yang bersifat tetap berdasarkan UU 7 Tahun 2017.
Namun
demikian ada beberapa upaya yang telah dilakukan oleh jajaran Bawaslu, pertama
mendesak DPR untuk melakukan revisi terbatas dan upaya ini sangat mungkin sulit
dilakukan revisi terbatas, karena masa jabatan anggota DPR akan segera berakhir
pada bulan Oktober 2019. Upaya lain telah dilakukan, yaitu dengan mengajukan
judicial review kepada Mahkamah Konstitusi yang dilakukan oleh beberapa Bawaslu
Provinsi dan beberapa Bawaslu Kabupaten/Kota yang saat ini digelar di Mahkamah
Konstitusi, mudah-mudahan upaya judicial review akan segara ada putusan
sebelum penyelenggaraan tahapan dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu, baik
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota maupun Bawaslu Provinsi dan Bawaslu
Kabupaten/Kota. Upaya lain yang dapat ditempuh adalah melalui PERPPU, tetapi
pemerintah dalam menerbitkan PERPPU harus memenuhi syarat dalam keadaan
memaksa. Terkait perubahan nomenklatur kelembagaan Pengawas Pemilihan
Kabupaten/Kota dalam UU 10 Tahun 2016 menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota
berdasarkan UU 7 Tahun 2017 bukanlah sesuatu yang mendesak, sehingga tidak
memungkinkan untuk diterbitkan PERPPU.
Persoalan
yang kedua adalah terkait dengan anggaran Pilkada yang dibiayai oleh APBD
masing-masing daerah yang menyelanggarakan Pilkada serentak tahun 2020.
Persoalan klasik yang terus menerus terulang dalam setiap penyelenggaraan
Pilkada, dengan alotnya pembahasan dan persoalan petahana yang akan mencalonkan
kembali menjadi problem tersendiri ketikan penyelenggara pemilunya “tidak
dikehendaki” oleh sang petahana dalam penyelenggaraan Pilkada, sehingga
pembahasan menjadi sulit dan bahkan di beberapa Provinsi dan Kabupaten/Kota
tahapan telah berlangsung, tetapi anggaran belum juga selesai dibahas.
Pembahasan anggaran ini melibatkan tim yang dibentuk oleh pemerintah Provinsi
maupun Kabupaten/Kota untuk membahas kebutuhan anggaran dengan penyelanggara
pemilu, baik KPU mapun Bawaslu, selain anggaran pengamanan (POLRI dan TNI) dan
Desk Pilkada.
Berdasarkan
tahapan, program dan jadwal Pilkada serentak tahun 2020 terkait anggaran telah
selesai pada bulan oktober 2019 dan telah dilakukan penandatanganan NPHD
(Naskah Perjanjian Hibah Daerah) yang dilakukan oleh Gubernu atau Bupati atau
Walikota dengan Penyelenggara Pemilu, baik KPU Provinsi atau KPU Kabupaten Kota
maupun Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota.
Persoalan
anggaran ini sangat rumit dalam menyusunnya, karena biaya yang dianggarkan
harus disesuaikan dengan harga yang telah ditentukan di masing-masing Provinsi
maupun Kabupaten/Kota. Selain itu terkait dengan honor-honor penyelenggara
pemilihan ad hoc, antara lain, PPK,
PPS dan KPPS serta Panitia Pemilihan Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan
Pengawas TPS, harus disesuaikan antara KPU dengan Bawaslu, sehingga tidak
terjadi “kecemburuan” terkait besarnya honor yang diterima oleh penyelenggara
pemilihan ad hoc. Selisih jumlah
honor yang diterima akan menimbulkan persoalan yang bisa saja akan menghambat
penyelenggaraan tahapan, mungkin bisa saja akan melakukan “mogok” atau
“mengundurkan diri” atau bahkan tidak berminat untuk mendaftar menjadi
penyelenggara pemilihan.
Bagi
Bawaslu Kabupaten/Kota pada bulan Nopember 2019 akan melakukan proses rekrutmen
Pengawas Pemilihan Kecamatan (Panwascam) dan pada bulan Desember 2019 Panwascam
telah dilantik, sedangkan KPU pada bulan Januari 2020 harus sudah melantik PPK,
sehingga pada proses rekrutmen tersebut akan berbasis anggaran di masing-masing
lembaga penyelenggara pemilu. Maka harus dipastikan terkait anggarannya telah
disetujui oleh pemerintah dan ditindaklanjuti dengan penandatanganan NPHD. Dari
19 Kabupaten/Kota yang telah melakukan NPHD terkait anggaran Pilkada serentak
adalah Kabupaten Pacitan, maka oleh karenanya diharapkan kepada Bupati dan
Walikota di 18 Kabupaten/Kota untuk segera menyelesaikan pembahasan kebutuhan
anggaran Pilkada dan selanjutnya ditindaklanjuti dengan penandatanganan NPHD,
karena seluruh penyelenggaraan tahapan Pilkada serentak tahun 2020 berbasis
anggaran. Jangan sampai penyelenggaraan tahapan Pilkada terhambat, karena
terkait dengan anggaran yang tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah daerah.
Maka bagi
pemerintah daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada semestinya telah
mengalokasikan anggaran jauh sebelumnya dengan menyisihkan anggaran untuk
dipersiapkan untuk penyelenggaraan Pilkada yang pelaksanaannya sudah dapat
dipastikan dalam kurun waktu 5 (lima) tahunan.