Jakarta, 26/6/2019
Alimmustofa.com - Mahkamah
Konstitusi (MK) adalah saluran konstitusional untuk penyelesaian sengketa
pilpres. Untuk itu, dalam kerangka konstitusi, tidak ada alasan bagi siapa pun
untuk tidak menerima atau menolak putusan MK. Apa pun jenis putusan MK
tersebut. Mengapa? Karena putusan MK berlaku mengikat bukan hanya kepada para
pihak yang bersengketa (inter parties), tapi juga mengikat kepada siapa pun dan
berlaku umum (erga omnes).
Kepatuhan
terhadap putusan pengadilan, dalam hal ini MK, tidak bisa ditawar dan
mencerminkan bentuk ketertundukkan warga negara terhadap negara (obidience by
Law).
Berdasar
asas erga omnes itulah Pasal 10 ayat (1) UU 8/2011 (UU MK) menyatakan bahwa
putusan MK bersifat final and binding. Final artinya, terhadap putusan MK tidak
terdapat akses untuk melakukan upaya hukum dan sejak putusan diucapkan seketika
itu berkekuatan hukum tetap.
Sifat
final putusan MK dimaksudkan agar keadilan konstitutif suatu putusan manfaatnya
dapat dirasakan secara langsung oleh warga negara dan seketika itu juga
memiliki kepastian hukum.
Sedangkan
binding (mengikat) artinya putusan MK berlaku mengikat bukan hanya terhadap
para pihak yang bersengketa, tetapi juga warga negara keseluruhannya, termasuk seluruh
institusi negara.
Saya
berharap seluruh warga negara Indonesia menyambut pembacaan putusan MK yang
akan dilangsungkan besok (27/6) dengan menjaga kondisi dan situasi damai dan
harmoni. Mari kita ikuti proses pengucapan putusan MK melalui saluran media
elektronik yang ada. Tidak perlu datang dan hadir di MK.
Selain
itu, sebagai bangsa beragama, mari berdoa semoga seluruh majelis hakim MK
diberi kekuatan iman agar memberi keputusan yang seadil-adilnya berdasarkan
fakta-fakta persidangan dan hukum yang berlaku, serta para pihak yang
bersengketa dan segenap komponen masyarakat lainnya menerima putusan MK dengan
lapang dada.
Salam,
Robikin Emhas
Ketua PBNU bidang Hukum, HAM dan
Perundang-Undangan