AlimMustofa.com – Sulitnya mencari saksi dalam pelanggaran pidana pemilu politik uang, menyebabkan pengawas pemilu kesulitan ungkap dan menyeret pelaku ke persidangan. Hal ini terungkap saat acara Focus Group Discussion Group (FGD) peran pemantau dalam pemilu 2019 yang diselenggarakan Bawaslu Kota Malang, (02/03/2019).
FGD melibatkan mahasiswa,organisasi masyarakat dan LSM calon pemantau pemilu ini sebagai upaya pengawas pemilu untuk merangkul para pihak untuk berpartisipasi mengawasi pemilu.
Alim Mustofa Ketua Bawaslu Kota Malang menerangkan, Bawaslu berupaya melakukan kerjasama dengan semua elemen masyarakat, termasuk kalangan organisasi mahasiswa untuk berpartisipasi dalam pengawasan pemilu.
“Sosialisasi peran pemantau ini merupakan upaya untuk meningkatkan peran partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu. Kami bekali calon pemantau ini dengan materi yang dibutuhkan ketika melakukan pemantauan,” tutur Alim.
Terungkap dalam FGD tersebut pendapat peserta yang mempunyai ide untuk menjadikan salah satu saksi pelanggaran money politics sebagai justice collaborator.
Menurut surat keputusan bersama antara lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, KPK dan MA, justice collaborator adalah seorang saksi yang juga seorang pelaku, namun mau bekerja sama dengan penegak Hukum dalam rangka membongkar suatu perkara bahkan aset hasil kejahatan korupsi apabila aset itu ada pada dirinya. (kompasiana)
Salah satu peserta perwakilan kelompok 2 dalam FGD menganggap sangat perlu Bawaslu menjadikan salah saksi kunci sebagai justice collaborator untuk mengungkap kasus pidana money politics. Selain itu saksi kunci juga harus mendapat jaminan keamanan dari Bawaslu dan LPSK, hal ini agar saksi tidak merasa terancam oleh pelaku. (A-Liem Tan)
FGD melibatkan mahasiswa,organisasi masyarakat dan LSM calon pemantau pemilu ini sebagai upaya pengawas pemilu untuk merangkul para pihak untuk berpartisipasi mengawasi pemilu.
Alim Mustofa Ketua Bawaslu Kota Malang menerangkan, Bawaslu berupaya melakukan kerjasama dengan semua elemen masyarakat, termasuk kalangan organisasi mahasiswa untuk berpartisipasi dalam pengawasan pemilu.
“Sosialisasi peran pemantau ini merupakan upaya untuk meningkatkan peran partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu. Kami bekali calon pemantau ini dengan materi yang dibutuhkan ketika melakukan pemantauan,” tutur Alim.
Terungkap dalam FGD tersebut pendapat peserta yang mempunyai ide untuk menjadikan salah satu saksi pelanggaran money politics sebagai justice collaborator.
Menurut surat keputusan bersama antara lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, KPK dan MA, justice collaborator adalah seorang saksi yang juga seorang pelaku, namun mau bekerja sama dengan penegak Hukum dalam rangka membongkar suatu perkara bahkan aset hasil kejahatan korupsi apabila aset itu ada pada dirinya. (kompasiana)
Salah satu peserta perwakilan kelompok 2 dalam FGD menganggap sangat perlu Bawaslu menjadikan salah saksi kunci sebagai justice collaborator untuk mengungkap kasus pidana money politics. Selain itu saksi kunci juga harus mendapat jaminan keamanan dari Bawaslu dan LPSK, hal ini agar saksi tidak merasa terancam oleh pelaku. (A-Liem Tan)