AlimMustofa.com – Netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam tahun politik menjadi sorotan banyak pihak terutama dimasa tahapan kampanye pemilu 2019 ini. Mengingat posisi ASN dalam pemerintahan sangat rawan dilibatkan dalam kepentingan politik oleh para pihak.
Sebagaimana ditegaskan dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara di Pasal 2 bahwa Netralitas sebagai prinsip yang harus dipegang oleh ASN. Selanjutnya pada Pasal 2, kembali ditegaskan di Pasal 9 ayat (2) undang-undang yang sama “Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik”.
Larangan yang sama juga ditegaskan dalam Pasal 280 ayat (2) Huruf (F) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Penormaan netralitas ASN tidak hanya diatur dalam undang-undang tetapi juga diatur lebih lanjut Peraturan Pemerintah Nomnor 53 tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam ketentuan tersebut diatur larangan keterlibatan ASN dalam Kampanye dijelasakan secara lebih detail yaitu meliputi: (a) Ikut serta sebagai pelaksana kampanye, (b) menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, (c) sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau (d) sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
Sementara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan kode etik Pegawai Negeri Sipil tidak secara spesifik mengatur larangan ASN dalam politik praktis, tetapi dalam Pasal 6 PP. 42 Tahun 2004, ASN wajib berkerja secara profesional, Netral dan bermoral tinggi.
Dalam Pasal 11 ASN juga diwajibkan menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan. Pengertian Netral dan menghindari konflik kepentingan sebagaimana dimaksud dalam PP. 42 tahun 2004 tersebut tentunya sama dengan larangan dukung mendukung pasangan calon, atau ASN juga sebaiknya tidak menjadi narasumber atau pembicara dalam kegiatan pertemuan partai politik.
Lalu seperti apa posisi ASN dalam kampanye pemilihan umum 2019, apakah tidak boleh mengikuti kegiatan kampanye?
Pada posisi ASN diberikan hak pilih dalam pemilihan umum oleh undang-undang, artinya ada hak pula ASN tersebut memperoleh informasi yang cukup tentang visi,misi dan program para kontestan pemilu. Informasi ini diperlukan oleh calon pemilih sebagai pertimbangan calon pemilih sebelum menentukan pilihannya di TPS nanti.
Secara prinsip ASN diperbolehkan hadir dalam kegiatan kampanye untuk memperoleh informasi latar belakang peserta pemilu, termasuk jejak rekam melalui paparan visi misi dari peserta pemilu.
Namun begitu kehadiran ASN dalam kegiatan kampanye harus memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang mengikat ASN. Beberpa hal yang perlu diperhatikan oleh ASN yang hadir dalam kegiatan kampanye tidak diperbolehkan menggunakan atribut pegawai/ASN, tidak menggunakan atribut partai politik, tidak bersifat aktif ikut mengkampanyekan peserta pemilu, tidak menunjukan kecenderungan pilihan politiknya dimuka public. Artinya ASN yang hadir dalam kegiatan kampanye harus bersikap pasif dan hanya mendengarkan materi kampanye yang disampaikan oleh peserta pemilu.
Hal yang paling perlu diperhatikan adalah larangan dalam Pasal 494 Undanf-undang nomor 7 tahun 2017 bahwa Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (sahr) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Penulis: Alim Mustofa
Sebagaimana ditegaskan dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara di Pasal 2 bahwa Netralitas sebagai prinsip yang harus dipegang oleh ASN. Selanjutnya pada Pasal 2, kembali ditegaskan di Pasal 9 ayat (2) undang-undang yang sama “Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik”.
Larangan yang sama juga ditegaskan dalam Pasal 280 ayat (2) Huruf (F) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Penormaan netralitas ASN tidak hanya diatur dalam undang-undang tetapi juga diatur lebih lanjut Peraturan Pemerintah Nomnor 53 tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam ketentuan tersebut diatur larangan keterlibatan ASN dalam Kampanye dijelasakan secara lebih detail yaitu meliputi: (a) Ikut serta sebagai pelaksana kampanye, (b) menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, (c) sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau (d) sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
Sementara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan kode etik Pegawai Negeri Sipil tidak secara spesifik mengatur larangan ASN dalam politik praktis, tetapi dalam Pasal 6 PP. 42 Tahun 2004, ASN wajib berkerja secara profesional, Netral dan bermoral tinggi.
Dalam Pasal 11 ASN juga diwajibkan menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan. Pengertian Netral dan menghindari konflik kepentingan sebagaimana dimaksud dalam PP. 42 tahun 2004 tersebut tentunya sama dengan larangan dukung mendukung pasangan calon, atau ASN juga sebaiknya tidak menjadi narasumber atau pembicara dalam kegiatan pertemuan partai politik.
ASN dan Hak Politik
Pada posisi harus professional dan netral dalam kegiatan politik, ASN dalam ketentuan undang-undang kepemilihan umum tidak termasuk golongan yang tidak mempunyai hak pilih. ASN mempunyai hak pilih dalam pemilu, tetapi jika harus terjun ke politik praktis maka harus mengundurkan diri dari status kepegawaianya.Lalu seperti apa posisi ASN dalam kampanye pemilihan umum 2019, apakah tidak boleh mengikuti kegiatan kampanye?
Pada posisi ASN diberikan hak pilih dalam pemilihan umum oleh undang-undang, artinya ada hak pula ASN tersebut memperoleh informasi yang cukup tentang visi,misi dan program para kontestan pemilu. Informasi ini diperlukan oleh calon pemilih sebagai pertimbangan calon pemilih sebelum menentukan pilihannya di TPS nanti.
Secara prinsip ASN diperbolehkan hadir dalam kegiatan kampanye untuk memperoleh informasi latar belakang peserta pemilu, termasuk jejak rekam melalui paparan visi misi dari peserta pemilu.
Namun begitu kehadiran ASN dalam kegiatan kampanye harus memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang mengikat ASN. Beberpa hal yang perlu diperhatikan oleh ASN yang hadir dalam kegiatan kampanye tidak diperbolehkan menggunakan atribut pegawai/ASN, tidak menggunakan atribut partai politik, tidak bersifat aktif ikut mengkampanyekan peserta pemilu, tidak menunjukan kecenderungan pilihan politiknya dimuka public. Artinya ASN yang hadir dalam kegiatan kampanye harus bersikap pasif dan hanya mendengarkan materi kampanye yang disampaikan oleh peserta pemilu.
Hal yang paling perlu diperhatikan adalah larangan dalam Pasal 494 Undanf-undang nomor 7 tahun 2017 bahwa Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (sahr) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Penulis: Alim Mustofa