AlimMustofa.com - Pesta demokrasi senantiasa dimaknai
eforia politik dalam kontestasi perebutan simpati publik untuk meraih kursi
kekuasaan dalam pilkada atau pemilu. Kontestan akan melakukan apa saja untuk
mendulang suara rakyat dengan menawarkan visi, misi dan program yang diusung
pada saat mencalonkan sebagai kepala daerah dalam pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota yang secara serentak dilaksanakan pada bula Juni 2018.(14/5/2018).
Kontestasi yang ketat dan nafsu
kemenangan dari pasanga calon dalam konteks pilkada inilah yang mungkin
mengakibatkan cara-cara inkonstitusional dilakukan oleh peserta pemiilihan kepala
daerah untuk mempengaruhi pemilih. Hal
yang paling fatal dilakukan oleh peserta pemilihan maupun tim pemenangan adalah
mempengaruhi pemilih dengan cara menjajikan pemberian uang dan /atau materi
lainnya untuk memilih atau tidak memilih dalam pemungutan suara di TPS.
Dalam istilah lazimnya disebut dengan money politik atau politik uang dengan
metode yang dikenal sebagai serangan fajar kepada pemilih. Apalagi moment
pilkada serentak tahun ini berdekatan dengan bulan puasa ramadhan dan hari raya
Idzul Fitri.
Dalam pasal 73 ayat 1 undang-undang nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah
terakhir kali melalui Undang – undang nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang. Bahwa “Calon dan/atau tim Kampanye
dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk
mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih”. Penjelasan dari ayat
ini adalah:
Yang tidak termasuk “memberikan uang atau materi lainnya” meliputi pemberian biaya makan minum peserta kampanye, biaya transport peserta kampanye,biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog, dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan Peraturan KPU.
Lebih
lanjut pengaturan sanksi terhadap pelanggaran diatas adalah berimpilkasi kepada
sanksi pembatalan pasangan calon jika pelanggaran administrasi money politik ini dilakukan secara
terstruktur, sistematis dan masih atau disebut TSM. Pasal 135 A ayat 1 bahwa
Pelanggaran administrasi Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2)
merupakan pelanggaran yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Yang
dimaksud dengan “terstruktur” adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat
struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara Pemilihan secara
kolektif atau secara bersama-sama. Yang dimaksud dengan “sistematis” adalah
pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Yang
dimaksud dengan “masif” adalah dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya
terhadap hasil Pemilihan bukan hanya sebagian seb money
politik.
Sedangkan
implikasi pidana bagi pemberi dan penerima diatur di pasal Pasal 187A ayat (1) bahwa “ Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung
ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak
pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak
sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana
dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat
36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda
paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Diayat (2) Pidana yang sama diterapkan
kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima
pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Beratnya
sanksi yang diterapkan dalam undang-undang pemilihan kepala daerah ini,
pembentuk undang-undang berharap pelaksanaan pemilihan kepala daerah agar tidak
main-main dalam berkampanye. Pembentuk undang-undang berharap pelaksanaan
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dapat dilaksanakan dengan
berintegritas.
Oleh
sebab itu kepada masyarakat pemilih dihimbau agar tidak menerima pemberian
apapun dari pasangan calon, apalagi sengaja meminta sesuatu kepada pasangan
calon yang hal tersebut dapat dikategorikan money
politik.
Terhadap
kontestan agar jangan menjerumuskan calon pemilih dengan memberikan
iming-iming pemberian atau menjanjikan
uang atau materi lainnya, yang hal ini dapat mengakibatkan pemberi dan penerima
berurusan dengan tuntutan pidana pemilu. (Alim Mustofa)
editor : Alim Mustofa